![]() |
Ketua DPC Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Kota Batam, Gusmanedy S, Saat diwawancarai di Kantor PJS Kota Batam, Kepri. (29/7/2025) |
PELiTAKOTA.com|Batam — Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Kota Batam mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri), untuk tidak tinggal diam terhadap dugaan penyimpangan dalam penyaluran dana hibah Pemerintah Provinsi Kepri Tahun Anggaran 2023 yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.
Ketua DPC PJS Batam, Gusmanedy, menegaskan bahwa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Kepri atas Laporan Keuangan Tahun 2023 telah mengungkap adanya ketidakwajaran dalam realisasi belanja hibah, yang dinilai telah membebani keuangan daerah. Ironisnya, hingga kini belum ada tindakan hukum nyata dari lembaga yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan.
“Temuan BPK tidak bisa dianggap angin lalu. Dugaan pelanggaran terhadap Permendagri dan potensi konflik kepentingan sudah sangat terang. Pertanyaannya, mengapa Kejati dan Polda Kepri seperti tidak bergeming? Apakah hukum hanya tegas pada rakyat kecil tapi lumpuh saat menyentuh elite?” kritik Gusmanedy.
PJS Batam menyoroti fakta bahwa terdapat organisasi yang menerima hibah lebih dari satu kali dalam tahun yang sama, bahkan diduga dipimpin oleh sosok yang sama—salah satunya anggota DPR RI aktif. Kondisi ini, menurut Gusmanedy, bukan hanya melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas, tapi juga berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi jika terbukti adanya penyalahgunaan wewenang.
“Publik menanti keberanian dan integritas aparat penegak hukum. Jangan sampai Kejati dan Polda Kepri dipersepsikan sebagai lembaga yang mandul atau terkesan melakukan pembiaran terhadap dugaan pelanggaran anggaran yang sangat besar ini,” tegasnya.
Untuk itu, PJS Batam akan melayangkan surat resmi kepada Kejati Kepri sebagai bentuk dorongan agar dilakukan penyelidikan menyeluruh dan terbuka. Jika aparat daerah tak kunjung bertindak, PJS mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih penanganan kasus ini demi menjamin objektivitas dan independensi penegakan hukum.
“Negara harus hadir. Ketika dugaan penyimpangan menyangkut anggaran publik, maka keadilan tidak boleh ditunda. Penegakan hukum bukan pilihan, tetapi kewajiban konstitusional,” pungkas Gusmanedy.
Diberitakan sebelumnya, DPC Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Kota Batam meminta Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) untuk memeriksa realisasi dan pengalokasian dana hibah Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) Tahun Anggaran 2023, yang dinilai berpotensi menyalahi ketentuan perundang-undangan dan membebani keuangan daerah.
Dana hibah merupakan bantuan berupa uang atau barang dari pemerintah daerah kepada individu, kelompok masyarakat, maupun organisasi berbadan hukum yang diberikan secara selektif dan tidak terus-menerus. Dan, Penyalurannya harus memperhatikan prinsip keadilan, kepatutan, rasionalitas, serta manfaat bagi masyarakat. Selain itu, pengalokasian hibah hanya dapat dilakukan setelah kebutuhan belanja urusan wajib dan pilihan terpenuhi, sesuai kemampuan keuangan daerah.
Namun, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Kepri atas Laporan Keuangan Pemprov Kepri Tahun 2023, ditemukan bahwa realisasi belanja hibah justru membebani keuangan daerah. Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) tercatat total belanja hibah mencapai Rp362.326.208.341,06, sementara dalam Laporan Operasional (LO) sebesar Rp304.901.011.544,11.
Ketua DPC PJS Batam, Gusmanedy, menilai ada indikasi kuat pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 99 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD, serta Permendagri Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pemberian Hibah kepada Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakatan.
Dugaan penyimpangan muncul karena ada organisasi yang menerima dana hibah lebih dari satu kali dalam tahun yang sama, serta dua organisasi yang menerima dana dengan nominal besar dan diduga dipimpin oleh orang yang sama—salah satunya merupakan anggota DPR RI aktif.
“Jika benar ada organisasi yang menerima dana hibah lebih dari satu kali, atau dipimpin oleh individu yang sama, maka ini patut diduga sebagai pelanggaran asas selektif, transparan, dan akuntabel sebagaimana diatur dalam Permendagri. Ini berpotensi menyalahi prinsip tata kelola keuangan negara yang baik, bahkan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi bila terbukti terdapat unsur penyalahgunaan wewenang,” tegas Gusmanedy.(28/7/2025)
Atas dasar temuan BPK tersebut, PJS Batam berencana mengirimkan surat resmi kepada Kejati Kepri guna meminta klarifikasi dan pemeriksaan menyeluruh terhadap penyaluran dana hibah dimaksud.
“Dengan besarnya nilai dana hibah yang telah direalisasikan dan temuan audit yang menyatakan telah membebani keuangan daerah, kami menilai hal ini wajar dan layak diperiksa secara hukum,” tambahnya.
Saat ini, PJS Batam masih melakukan konfirmasi lanjutan ke sejumlah instansi terkait untuk mengumpulkan informasi pendukung. Langkah pelaporan ke aparat penegak hukum diharapkan dapat membuka ruang transparansi dan akuntabilitas publik dalam pengelolaan dana hibah oleh Pemprov Kepri.(*)