![]() |
| Material (Limbah Elektronik) yang diduga ditimbun pihak perusahaan. Foto: PJS |
PELiTAKOTA.com|BATAM — Aktivitas penimbunan limbah elektronik (e-waste) kembali menjadi sorotan di Kota Batam. Temuan terbaru menunjukkan adanya dugaan penimbunan limbah elektronik di dalam kawasan salah satu perusahaan industri, dan memicu keresahan warga. Praktik tersebut dinilai berpotensi menimbulkan polemik karena tidak ada tindakan tegas dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maupun aparat penegak hukum (APH), Jumat (14/11/2025).
Berdasarkan investigasi lapangan yang dilakukan awak media, sejumlah petugas pengamanan perusahaan mengakui bahwa Polda Kepri telah melakukan penelusuran ke lokasi penimbunan setelah menerima laporan dari masyarakat. Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi, baik dari perusahaan yang menimbun maupun dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH) yang melakukan pemeriksaan.
Menurut tenaga keamanan perusahaan (Security) yang ditemui dilokasi penimbunan menyampaikan dirinya hanya mengetahui kedatangan aparat, namun tidak memiliki informasi lebih lanjutnya.
“Personel Polda Kepri sudah ke lokasi, Pak. Tapi saya tidak tahu tindak lanjutnya, saya hanya pengamanan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Security tersebut juga menyampaikan kegelisahan karena tidak memiliki kewenangan memberi keterangan lebih jauh.
“Maaf Pak, saya tidak punya kapasitas menjawab. Nanti kalau saya dipecat, Bapak bisa carikan saya kerja?” tuturnya dengan nada khawatir.
Berpotensi Timbulkan Kerusakan Lingkungan
Pantauan awak media di lapangan menunjukkan bahwa penimbunan limbah elektronik di area terbuka jelas berpotensi membahayakan lingkungan. Limbah elektronik (e-waste) termasuk kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena mengandung logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, hingga bahan kimia berbahaya lainnya. Dalam jangka panjang, material ini dapat meresap ke tanah, mencemari air tanah, dan mengancam kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Kini muncul pertanyaan publik mengenai belum maksimalnya pengawasan lingkungan di kawasan industri Batam, terutama terkait potensi dampak jangka panjang terhadap ekosistem dan kesehatan warga.
Masuk Kategori Kejahatan Lingkungan
Praktik penimbunan dan pembuangan limbah B3 tanpa izin dapat dikategorikan sebagai kejahatan lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam sejumlah ketentuan Undang-undang.
Bentuk pelanggaran dan ancaman sanksinya antara lain:
Pembuangan tanpa izin
➤ Pidana penjara 1–3 tahun
➤ Denda Rp1 miliar–Rp3 miliar
Pencemaran atau perusakan lingkungan yang disengaja
➤ Pidana penjara hingga 15 tahun
➤ Denda maksimal Rp15 miliar
Kelalaian yang menyebabkan pencemaran lingkungan
➤ Pidana penjara maksimal 3 tahun
➤ Denda kategori III
Kasus ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), antara lain:
Pasal 102: Pengelolaan limbah B3 tanpa izin (pidana 1–3 tahun, denda Rp1–3 miliar).
Pasal 104: Pembuangan limbah B3 tanpa izin (pidana maksimal 3 tahun, denda maksimal Rp3 miliar).
Pasal 107: Pembuangan limbah B3 secara sengaja yang menyebabkan pencemaran/kerusakan (pidana hingga 15 tahun, denda hingga Rp15 miliar).
Pasal 374: Kelalaian yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan (pidana maksimal 3 tahun atau denda kategori III).
Limbah Elektronik = Limbah B3
Limbah elektronik—seperti baterai, kabel, komponen komputer, hingga ponsel—dikategorikan sebagai limbah B3 karena mengandung bahan berbahaya yang dapat mencemari tanah, air, serta mengganggu kesehatan manusia jika tidak dikelola secara benar dan sesuai standar.(tim pjs)
