![]() |
| Ilustrasi. |
PELITAKOTA.com|BATAM, Diduga beberapa orang tenaga kerja perempuan di PT Jaya Electrical Energy (J.E.E), berdomisili di Kelurahan Sei Pelunggut, kawasan Dapur 12, Batam mengalami pelecehan seksual disertai ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun dugaan praktik pelecehan seksual disertai ancaman pemutusan kontrak kerja ini mencuat kepermukaan dari internal PT J.E.E itu sendiri. Sejumlah karyawan perempuan menyebutkan perlakuan yang tidak patut itu diduga dilakukan seorang petinggi di perusahaan tersebut berinisial NST.
Informasi yang dihimpun tim redaksi media ini menyebutkan bahwa dugaan tersebut tidak terjadi sekali. Isu ini disebut telah lama beredar secara tertutup di kalangan karyawan, namun tidak pernah disuarakan karena adanya kekhawatiran akan dampak terhadap status pekerjaan.
Beberapa karyawan perempuan sengaja memilih diam karena adanya rasa takut dan berpengaruh ke kontrak kerja atau terancam tidak akan diperpanjang lagi kedepannya.
Tekanan Psikologis dan Relasi Kuasa
Seorang sumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan bahwa posisi terduga pelaku yang disebut memiliki kedekatan struktural dengan bagian sumber daya manusia (HRD) membuat korban merasa tidak memiliki ruang aman untuk menolak atau melapor.
“Kalau berani menolak atau melawan, risikonya kontrak tidak diperpanjang. Itu yang membuat banyak orang memilih diam,” ujar sumber tersebut.
Kondisi ini memunculkan dugaan adanya relasi kuasa yang timpang antara atasan dan bawahan, di mana korban berada pada posisi yang rentan secara psikologis maupun profesional.
Dugaan Terjadi di Lingkungan Kerja
Informasi lain yang diterima redaksi menyebutkan bahwa sebagian dugaan peristiwa tersebut diduga terjadi di lingkungan kerja perusahaan. Apabila hal ini benar, maka persoalan tersebut tidak hanya menyangkut etika internal, tetapi juga menyentuh aspek perlindungan tenaga kerja dan tanggung jawab perusahaan dalam menciptakan ruang kerja yang aman.
Sejumlah pemerhati ketenagakerjaan menilai bahwa perusahaan memiliki kewajiban moral untuk memastikan setiap karyawan, khususnya perempuan, terbebas dari intimidasi maupun dugaan pelecehan dalam bentuk apa pun.
Kontrak Terduga Pelaku Disebut Dihentikan
Berdasarkan informasi internal yang diperoleh redaksi, manajemen PT J.E.E disebut telah menghentikan kontrak kerja NST. Langkah ini dipandang sebagai respons awal perusahaan, namun dinilai belum menjawab keseluruhan persoalan, terutama terkait nasib dan perlindungan korban.
Pandangan Advokat: Negara Tidak Boleh Kalah oleh Relasi Kuasa
Menanggapi dugaan tersebut, Advokat Romesko Purba, S.H., Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ikatan Pemuda Karya (IPK) DPD Tingkat I Provinsi Kepulauan Riau, menegaskan bahwa dugaan pelecehan seksual di lingkungan kerja tidak boleh diperlakukan sebagai urusan internal perusahaan semata.
“Jika benar terdapat ancaman pemutusan kontrak terhadap pekerja perempuan yang menolak pelecehan, maka itu bukan hanya pelanggaran etika, tetapi bentuk kekerasan seksual berbasis relasi kuasa,” tegas Romesko.
Menurutnya, penggunaan kontrak kerja atau posisi jabatan sebagai alat tekanan untuk membungkam korban merupakan praktik kejahatan struktural yang memanfaatkan ketimpangan kekuasaan antara pemberi kerja dan pekerja.
“Relasi kerja bukan ruang bebas hukum. Kantor bukan zona aman bagi pelaku. Negara tidak boleh kalah oleh relasi kuasa,” ujarnya.
Romesko juga menegaskan bahwa penghentian kontrak kerja terhadap terduga pelaku tidak serta-merta menghapus kemungkinan pertanggungjawaban hukum.
“Pemutusan kontrak tidak menghapus pidana. Sanksi administratif tidak boleh dijadikan tameng untuk menghentikan proses hukum jika ada dugaan tindak pidana,” katanya.
Kritik terhadap Budaya Diam
Lebih lanjut, Romesko mengkritik keras budaya bungkam yang kerap muncul di lingkungan industri.
“Diamnya korban bukan tanda persetujuan, melainkan tanda ketakutan. Ketika sistem membuat korban takut berbicara, maka sistem itulah yang harus dibongkar,” ujarnya.
Ia menilai perusahaan yang membiarkan ketakutan tersebut tumbuh dapat dianggap lalai dalam menjalankan kewajiban perlindungan terhadap pekerja, khususnya pekerja perempuan.
Seruan untuk Korban dan Saksi
Sebagai penutup, Romesko mengajak para korban dan saksi untuk tidak takut melapor.
“Hukum ada untuk melindungi korban, bukan melindungi pelaku atau institusi. Jangan biarkan pelaku berlindung di balik jabatan atau kontrak kerja,” tegasnya.
Ia menyatakan LBH IPK Kepulauan Riau siap memberikan pendampingan hukum secara gratis bagi korban kekerasan seksual di tempat kerja, baik dalam proses pelaporan pidana maupun pengaduan ketenagakerjaan.
“Kami siap mendampingi tanpa biaya, tanpa intimidasi, dan tanpa kompromi terhadap pelaku,” pungkas Romesko Purba, S.H.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa industri dan dunia kerja bukan sekadar ruang produksi, tetapi juga ruang sosial yang harus menjunjung tinggi etika, hukum, dan nilai kemanusiaan. Ketika dugaan pelecehan muncul, keberanian perusahaan untuk bersikap transparan dan berpihak pada korban akan menjadi ukuran integritas yang sesungguhnya.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi ke pihak manajemen PT J.E.E demi menyampaikan informasi yang sebenarnya ke masyarakat kota Batam. (Tim)
